Senin, 15 Desember 2008

Perlindungan hukum bagi guru

Suara Merdeka.com
Kalau mau mendisiplinkan murid, guru harus memiliki cara yang tepat dan dasar hukum yang kuat. Guru harus disiplin dan pantas diteladani terlebih dulu. Dalam mendisiplinkan murid, guru tidak harus dengan menggunakan kekerasan.

MENJADI guru sekarang ini memang harus ekstra hati-hati. Kalau tidak, bisa-bisa dilaporkan ke polisi dan menjadi pesakitan karena kasus kriminal atau kejahatan yang sebelumnya dianggap sebagai hal biasa atau bukan kriminal.

Untuk mengkriminalkan guru tidaklah sulit. Banyak hal yang memberi kemungkinan besar guru masuk di dalamnya. Sebut saja akibat tindakan menjewer murid, yang menurut si guru tidak disiplin dan layak dijewer agar setelah itu bias lebih disiplin. Faktanya, sekarang banyak orang tua dan pihak-pihak tertentu yang tidak setuju guru main jewer.

Kalau tidak setuju dan kemudian protes saja tidak masalah. Bila berlanjut sampai ke polisi ? Menjewer saja bisa bermasalah, apalagi sampai memukul, menendang, mencoreng-moreng wajah murid dengan spidol atau penghapus kotor, memotong rambut murid (mplenthasi), atau menggunting pakaian murid yang tidak disiplin.

Setidaknya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, makin banyak guru yang dikriminalkan gara-gara sikapnya yang dianggap berlebihan seperti itu. Sudah begitu, ada pula yang dibalas dengan dianiaya orang tua / wali / keluarga murid yang sebelumnya hanya ditegur atau dijewer dan tidak bisa menerima perlakuan tersebut.

Semua harus dimaknai bahwa sekarang sudah bukan jamannya lagi memberi hukuman fisik kepada murid. Janganlah untuk alasan pendisiplinan, hukuman fisik dan unsur kekerasannya diberikan, apalagi secara berlebihan. Semua guru harus tahu hal itu.

Bentuk Lain

Demikian halnya dengan upaya pengkriminalan guru dalam bentuk lain. Sekarang banyak guru menjadi pesakitan gara-gara tindakan cerobohnya terkait dengan laporan proyek.

Ada sejumlah guru yang senang menerima bantuan proyek APBD atau DAK, tetapi juga sedih saat proyek sudah dikondisikan sedemikian rupa. Para guru tinggal tanda tangan laporan kalau proyek sudah beres dengan sedikit honor atau imbalan.

Sayangnya, saat ada pemeriksaan, banyak di antara mereka yang dibuat susah. Susah bukan saja karena harus mencari bahan yang akan dilaporkan. Belum lagi kalau format laporan yang menurutnya sudah benar, tidak benar menurut pemeriksa.

Saat ditemukan ketidakberesan proyek yang menjadi tanggungjawabnya, tak jarang mereka harus pasrah ketika jadi sapi perahan oknum-oknum tertentu. Saat harus berurusan dengan aparat hukum, nasibnya mereka malah makin buruk.

Apalagi jika perlindungan dan bantuan pimpinan maupun organisasi minim atau tidak ada. Banyak guru yang cenderung dikorbankan secara institusi, dan bahkan ekstremnya dijadikan tumbal. Banyak guru yang bangkrut dan rusak citranya karena dipenjara hanya karena kecerobohannya.

Oleh karena itu, wajar kalau para guru sekarang ini kerap mengeluh karena tidak bisa berbuat banyak saat menghadapi muridnya yang dinilai sudah keterlaluan. Setidaknya banyak guru yang takut dilaporkan karena melakukan tindak kekerasan terhadap muridnya.

Di sisi lain, banyak pula guru yang takut menerima proyek dan tidak mau menjadi pimpinan proyek karena takut diperiksa atau dipidana. Kalau hanya takut diperiksa dan dipidana, hal itu adalah kesalahan besar karena mereka mengutamakan takut pada dua itu dibandingkan takut berbuat curang atau ceroboh.

Solusi

Mengingat potensi untuk dikriminalkannya guru sekarang cukup besar, sedangkan di sisi lain para guru harus mendisiplinkan murid-muridnya dan harus mengembangkan insitusinya lewat berbagai bantuan proyek, tentu mereka harus menentukan sikap yang terbaik. Dasarkan semuanya pada tanggungjawab moral diri guru dan institusi untuk masa depan bangsa dan negara tercinta ini.

Semua harus memulainya dengan pertanyaan, bagaimana jadinya kegiatan di sekolah apabila tidak didukung ketegasan dan upaya serius pembinaan kedisiplinan? Terlebih untuk murid yang keterlaluan. Bisa-bisa guru akan dipermalukan dan dihina oleh murid atau orang tua maupun walinya. Atau malah guru yang tidak tegas akan menjadi korban tindak kekerasan.

Kalau mau mendisiplinkan murid, guru harus memiliki cara yang tepat dan dasar hukum yang kuat. Guru harus disiplin dan pantas diteladani terlebih dulu. Dalam mendisiplinkan murid, guru tidak harus dengan menggunakan kekerasan.

Ada cara cinta kasih dan sayang tanpa kekerasan yang ternyata dapat digunakan untuk meningkatkan kedisiplinan murid. Bila memang cara cinta kasih dan sayang tidak dapat digunakan, baru guru menggunakan cara lain agar tidak menjadi beban guru dan institusi di belakang hari.

Melalui institusi, guru bisa bertindak keras berdasarkan kesepakatan bersama dengan pihak orang tua/wali murid saat masuk sebagai murid atau saat tahun ajaran baru. Keras bukan berarti sanksi dengan kekerasan fisik, namun berupa teguran I, II dan pengeluaran dari sekolah. Sanksi demikian sah secara hukum, kalau berdasarkan kesepakatan sebelumnya dan lewat proses pemeriksaan pelanggaran secara seksama.

Sebut saja sanksi pengeluaran dari sekolah dengan alasan si murid telah melanggar dan tidak dapat mematuhi aturan guru dan/atau sekolah sesuai yang disepakati. Jangan gunakan kalimat sekolah tidak sanggup lagi mengatur murid agar sekolah tidak dicap tak becus mengatur murid.

Untuk mengeluarkan seorang murid dari sekolah, pihak sekolah harus bias memberikan solusi sekeluar dari sekolah agar tidak menjadi beban keluarga atau masyarakat.

Surat pemberian sanksi yang demikian harus ditujukan kepada orang tua/wali murid dan ditembuskan kepada pihak-pihak terkait.
Pemberian sanksi tegas untuk murid yang tidak disiplin, apalagi sampai melakukan tindak keonaran atau kriminal, sangatlah penting. Minimal agar menjadi perhatian dan tak berpengaruh buruk bagi murid yang lain.

Terkait dengan pengeluaran ini, semua proses harus dilakukan dengan benar. Kalau proses sudah benar, jangan takut dilaporkan telah melanggar hak asasi pendidikan murid. Sekolah dalam hal ini punya otoritas dan aturan yang mutlak disepakati dan dihormati bersama. Risiko dari aturan yang dilanggar sudah pasti hukumnya dan itu tidak dapat diganggu gugat.

Meski demikian, tak ada salahnya juga pihak sekolah melakukan proteksi dan bersiap diri saat berhadapan dengan laporan atau gugatan pihak-pihak yang tidak terima dengan keputusan pihak sekolahan.

Pihak sekolah bersama pemerintah juga harus dapat memberi perlindungan dan pembelaan yang baik kepada guru yang dalam mengingatkan atau memberi sanksi kepada muridnya sampai dikriminalkan.
Upayakan ada penyelesaian damai secara hukum kalau terbukti ada tindak kekerasan.

Dijadikan Tumbal?

Apabila harus diproses lebih lanjut, maka upaya pembelaan dan meringankan sanksi pidana bagi guru harus diupayakan semaksimal mungkin. Apalagi si murid sebelumnya telah berkali-kali melakukan pelanggaran.

Tidak terkecuali dengan guru yang terpaksa harus menjadi pesakitan karena dikriminalkan dalam kasus proyek, secara kedinasan dan organisasi sudah seharusnya membantu. Berikan pembelaan dan upayakan ada peringanan sanksi bagi sang guru. Apalagi kalau sang guru dalam hal ini hanya dijadikan tumbal.

Para guru yang hanya dijadikan tumbal sudah seharusnya tidak tinggal diam. Sampaikan semuanya secara apa adanya agar kebenaran materiil benar-benar terlihat dalam kasus kriminal tersebut, yang muaranya dapat dijadikan bahan pertimbangan normal peringanan hukuman.

Mendasarkan pada kenyataan-kenyataan yang demikian, sudah saatnya para guru sekarang harus lebih hati-hati dan berani menyatukan tekad sekaligus komitmen untuk melawan segala bentuk pengkriminalisasian guru. Termasuk dalam hal proyek, kalau memang tidak sesuai aturan hukum, jangan diterima.

Kalau sudah sesuai aturan hokum, tetapi masih dipermasalahkan atau ditekan untuk tujuan sesat, laporkan! Guru harus berani melawan segala bentuk kebatilan dan pengkriminalisasian guru. Guru harus menjadi benteng moral dan berani menegakkan kebenaran, meski harus kehilangan jabatan.

Guru tak boleh takut kepada pimpinan atau orang salah. Guru harus menjadi teladan yang hanya takut pada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini saatnya guru juga berpikir, bagaimana memberi perlindungan hukum bagi diri, profesi dan institusi serta nasib bangsanya. Bukan sekadar berpikir tentang tunjangan, jabatan dan takut pada pimpinan yang berkuasa secara kedinasan atas nasibnya. (32)

— M Issamsudin, PNS dan peminat masalah hukum, tinggal di Semarang.

0 komentar:

Posting Komentar