Anak adalah Anugerah

Blog ini masih dalam tahap penyempurnaan silahkan memberi masukan dan saran ke alamat email musabaa@yahoo.com.

Kekasih Hati

Blog ini masih dalam tahap penyempurnaan silahkan memberi masukan dan saran ke alamat email musabaa@yahoo.com.

Pesona Sulawesi Tengah

Blog ini masih dalam tahap penyempurnaan silahkan memberi masukan dan saran ke alamat email musabaa@yahoo.com

Pantai Panjang Bengkulu

Blog ini masih dalam tahap penyempurnaan silahkan memberi masukan dan saran ke alamat email musabaa@yahoo.com.

ini Medan bung...!

Blog ini masih dalam tahap penyempurnaan silahkan memberi masukan dan saran ke alamat email musabaa@yahoo.com.

Selasa, 06 September 2011

JENANG KUDUS



Tahun ini, alhamdulillah Allah mengabulkan do'a saya, setahun yang lalu saat saya menonton info mudik di televisi, rasa hati begitu menggebu ingin membersamai keletihan para mudikers dalam ritual tahunannya.
Tiga bulan yang lalu, alhamdulillah saya dapat pekerjaan di Jakarta dan berkesempatan untuk mudik. Keletihan yang mendera saat selama 22 jam di dalam bis, bercampur dengan mual-mual perut hilang sudah saat berkumpul dengan keluarga, bersilaturrahim dan berbagi rizki, ah... indahnya.....
Saat kembali ke Jakarta, hhhmm,.... saat yang sangat mengharu biru, mampir ke toko deket Menara Kudus membeli oleh-oleh buat temen-temen di kantor, soalnya mereka sudah mengultimatum.. awas nggak bawa oleh-oleh nggak boleh masuk Jakarta.

Jenang Kudus

Salah satu produk khas Kudus adalah Jenang, sebuah panganan tradisional yang bisa bertahan puluhan tahun, hingga saat ini. Produknya menarik dan praktis untuk dibawa, rasa manis, bungkus yang menarik dan harga yang relatif terjangkau serta packing yang tidak kalah dengan produk sejenis.

Proses produksi, adonan bahan tradisional mudah dikerjakan walau secara manual dan mempekerjakan SDM yang relatif banyak.
Rasanya promosi dan outlet penjualannya yang belum ditata secara modern, namun pernah saya melihat promo di jenang Mubarok telah di eksport hingga ke Singapura dan Hongkong.
Taqobbalallahu Minna Wa Minkum
Minal Aidin wal Faizin
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Minggu, 20 Maret 2011

Breaking The Time


Judul buku : Breaking The Time; Kiat Memaksimalkan Keterbatasan Waktu Agar Hidup Lebih Dahsyat
Penulis : Satria Hadi Lubis
Penerbit : Pro You (Kelompok Pro U Media) Yogyakarta
Tahun Terbit : November 2010
Tebal : 126 hlm

Adakah "hukum" yang sama bagi orang-orang sukses yang bisa dipelajari oleh orang lain secara mudah dan praktis? Satria Hadi Lubis memastikan bahwa "hukum" itu ada. Salah satunya –bahkan intinya- adalah pengaturan waktu yang efektif. Managemen waktu. Sayangnya, banyak orang yang tidak mampu melakukannya.

Sebagian orang mungkin telah mempelajarinya melalui membaca buku tentang itu. Namun, banyak buku tentang managemen waktu yang terlalu teoretis. Karena itulah Satria Hadi Lubis menulis buku ini.

Sesuai dengan judulnya, setelah membaca Breaking The Time, diharapkan pembaca mampu mendobrak keterbatasan waktu dan memperoleh keberlimpahan waktu. Tampaknya, harapan ini sangat mungkin tercapai. Sebab, nyatanya, buku yang diterbitkan oleh Pro You (Kelompok Pro U Media) ini berisi panduan step by steptentang manajemen waktu. Mulai dari hal yang paling mendasar, yakni mendefinisikan misi hidup, lalu menentukan peran, visi peran sampai pada teknis pembuatan rencana pekanan dan rencana harian.

Misi Hidup
Konsep Manajemen Waktu Breaking The Time dimulai dari misi hidup. Dalam pandangan Satria Hadi Lubis, misi hidup sangat penting untuk, tidak hanya dibuat, tetapi juga dituliskan lalu dipasang di tempat strategis agar bisa dibaca setiap saat, lalu terinternalisasi dan menjadi pikiran bawah sadar.

Bagi Anda yang telah membaca buku Anis Matta, khususnya Delapan Mata Air Kecemerlangan, istilah "misi hidup" Satria Hadi Lubis tidak sama persis dengan yang dimaksudkan Anis Matta. Karenanya, ia juga berbeda secara mendasar pada bagaimana "memunculkan" misi hidup itu. Anis Matta mengatakan bahwa misi hidup –dalam Islam- bersifat given. Manusia muslim hanya perlu menyadarinya, bukan memformulasikannya. Satria Hadi Lubis dalam Breaking The Time ini justru merekomendasikan pembaca untuk membuat misi hidup. Jika kita amati, perbedaan itu terletak pada keumuman "misi hidup" yang dimaksudkan Anis Matta. Sedangkan Satria Hadi Lubis telah memasukkan unsur peran dalam rumusan misi hidup. Artinya, peran apa yang akan diambil dalam menjalankan misi besarnya sebagai hamba Allah. Pada titik ini, meskipun istilahnya berbeda, sebenarnya Anis Matta dan Satria Hadi Lubis tidak berseberangan.

Misi Hidup menurut Breaking The Time haruslah positif. Misi hidup Anda perlu mencakup jawaban dari enam pertanyaan; siapa Anda, mengapa Anda ada, Apa keunggulan Anda, untuk siapa Anda bekerja, apa produk/hasil kerja Anda, dan di mana Anda mengerjakannya.

Menentukan Peran
Setelah membuat dan menuliskan misi hidup, selanjutnya Anda perlu menentukan peran. Saat ini, tidak satupun manusia yang memiliki peran tunggal. Andapun pasti demikian. Untuk menentukan peran Anda perlu menginventarisir seluruh peran dan kemudian menyeleksinya. Misalnya sebagai karyawan, pengurus yayasan, anggota parpol, suami, ayah, anak (dari orang tua Anda yang masih hidup), anggota masyarakat, sekaligus penulis. Inventarisir semua peran itu. Kemudian seleksi. Jika ada yang tidak sesuai misi hidup, peran itu perlu dibuang. Jika ada yang memiliki kesamaan atau serumpun, peran-peran itu bisa disatukan. Misalnya peran sebagai suami, ayah, dan anak bisa disatukan menjadi peran keluarga.

Visi Peran
Langkah Breaking The Time berikutnya adalah menentukan visi peran. Visi peran ini perlu dibuat dengan sebuah –atau beberapa- kalimat yang terukur, fleksibel, dapat dicapai, jelas, dan singkat. Visi peran perlu dievaluasi dalam rentang waktu tertentu. Satria Hadi Lubis merekomendasikan tiga bulan atau enam bulan.

Rencana Pekanan
Setelah setiap peran Anda memiliki visi yang jelas, kini saatnya Anda memasukkannya dalam sasaran jangka menengah. Alatnya adaah rencana pekanan. Bagi Anda yang telah membaca buku 7 Habits of Highly Effective People, model rencana pekanan Breaking The Time tidak jauh dari itu. Pada lembar kerja itu ada kolom peran, prioritas pekanan, prioritas hari ini, dan jadwal kegiatan.

Setiap kegiatan atau agenda yang diisikan dalam rencana pekanan, semuanya harus mengacu kuadran II. Setidaknya kuadran IV. Pada matriks manajemen waktu, Satria Hadi Lubis membaginya menjadi enam kuadran. Jika pada 7 Habits of Highly Effective People Stephen R. Covey membagi menjadi empat kuadran: Penting - Mendesak, Penting - Tidak Mendesak, Tidak Penting – Mendesak, dan Tidak Penting – Tidak Mendesak,Breaking The Time membaginya begini; Sesuai Misi Hidup dan Visi Peran – Mendesak, Sesuai Misi Hidup dan Visi Peran – Tidak Mendesak, Sesuai Misi Hidup Tidak Sesuai Visi Peran – Mendesak, Sesuai Misi Hidup Tidak Sesuai Visi Peran – Tidak Mendesak, Tidak Sesuai Misi Hidup dan Visi Peran – Mendesak, serta Tidak Sesuai Misi Hidup dan Visi Peran – Tidak Mendesak.

Rencana Harian
Langkah terakhir dari manajemen waktu dalam Breaking The Time adalah membuat rencana kerja harian. Ia lebih detail dari rencana pekanan, sekaligus tidak boleh diisi dengan hal yang umum. Misalnya: "bekerja". Namun harus pada detail pekerjaannya. Misalnya: "membuat surat kontrak", atau "menemui klien untuk kerja sama X".

Jika rencana pekanan direkomendasikan dibuat pada hari Ahad, maka rencana harian direkomendasikan dibuat sebelum tidur atau pagi hari sebelum berangkat kerja.

Bukan Teori, Ini Buku Panduan
Meskipun tergolong tipis -126 halaman dengan ukuran 12 x 20 cm- buku Breaking The Time memuat banyak informasi penting seputar manajemen waktu sekaligus memberikan motivasi agar kita mampu memanfaatkan waktu dengan tepat. Nilai lebih buku ini tentu saja terletak pada muatannya yang bersifat panduan praktis. Dengan bahasa yang ringan disertai gambar-gambar ilustrasi menarik dan contoh tabel rencana pekanan dan rencana harian serta matriks, langkah-langkah Breaking The Time menjadi sangat mudah untuk dimengerti. Selanjutnya, selamat membaca sendiri bukunya dan semoga menjadi pendobrak keterbatasan waktu.... mukhlisindotblogspot

Senin, 22 November 2010

Memupuk Mimpi Buah Hati




Merasa menjadi paling realistis, kita kerap membunuh impian anak-anak. Merasa telah banyak makan asam garam kehidupan, kita sering membonsai cita-cita buah hati kita. “Itu mustahil, Nak”, “Cita-citamu itu terlalu tinggi”, “Impianmu itu takkan pernah tercapai”, dan kalimat senada, mungkin pernah kita ucapkan.

Kita mungkin lupa, bahwa komentar-komentar negatif kita tentang cita-cita anak mencipta bekas yang sulit diobati. Kita mungkin tidak sadar, kata-kata meremehkan yang keluar dari lisan kita telah membuat jutaan sel otaknya mati. Jadilah anak tumbuh dalam suasana pesimis. Merasa rendah diri. Tidak pantas melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.

Barangkali kita juga tidak ingat, bahwa impian-impian besar anak-anak kita bisa menjadi nyata ketika kita memupuk mimpi-mimpi itu. Mungkin bukan semuanya, tapi salah satunya.

Sewaktu kecil, Vettel mengidolakan “Trio Michael”; Michael Jordan, Michael Jackson, dan Michael Schumacher. Ia ingin menjadi ketiganya; pebasket dunia, penyanyi legendaris, dan pembalap hebat. Ayah Vettel, Norbert, dan ibunya, Heike, tidak ingin mematikan mimpi itu dengan menertawakannya. Mereka memberi ruang agar mimpi Vettel tumbuh dalam jiwanya; menjadi cita-cita, menggerakkan langkah demi langkah untuk mengubahnya menjadi nyata. Meskipun mereka tahu postur Vettel tidak mendukung untuk basket, suaranya juga tidak cukup menjadi modal sebagai penyanyi. Belakangan, Vettel juga menyadarinya. Dari sana impiannya lebih fokus: menjadi pembalap nomor satu!

Bukan sekedar membiarkan impian anaknya tidak mati, Norbert memupuk impian itu agar tumbuh besar. Diantara hal yang paling diingat Vettel kelak adalah hadiah gokar Bambini 60 cc yang diterimanya dari sang ayah saat usianya baru tiga tahun. Vettel bukan hanya mendapat ruang. Ia mendapat dukungan. Ia memperoleh motivasi. Keyakinannya menancap kuat. “Aku pasti bisa!”

Impian yang diucapkan anak kecil lebih dari dua dasawarsa sebelumnya itu menjadi kenyataan seminggu lalu. 14 November 2010, tepat pada usia 23 tahun 134 hari, Sebastian Vettel menjadi juara dunia F1 termuda sepanjang sejarah setelah memenangi balapan di Abu Dhabi. Kini ia juga dijuluki sebagai “Baby Schumi” atau “Michael Schumacher Baru”. Subhaanallah, betapa persis dengan impiannya.

Dunia Islam dewasa ini juga memiliki tokoh besar yang berangkat dari impian di masa kecil. Namanya Ahmad Zewail. Seorang doktor yang menjadi salah satu ilmuwan besar dunia. Pada tahun 1999, DR. Ahmad Zewail meraih penghargaan Nobel bidang kimia. Memaparkan prestasinya, Saudi Aramco World menulis executive summarybegini: “Born in the Nile Delta, Ahmed Zewail became the first scientist to record molecules while they were undergoing chemical reactions that take place in a few millions of a billionth of a second. This established the field of femthochemistry and earned him the 1999 Nobel Prize in Chemistry. In November, he was appointed one of the first three us Science Envoys to Middle East.”

Satu hal yang perlu dicatat, sang ibu menumbuhkan dan memupuk impian Ahmad Zewail sejak dini. Yang paling berkesan, sejak masih anak-anak pintu kamar Zewail diberi papan bertuliskan: Kamar DR. Ahmad Zewail. Subhaanallah, betapa impian itu kini menjadi nyata.

Anak-anak kita mungkin memiliki impian yang setara dengan Sebastian Vettel atau Ahmad Zewail. Atau bahkan melebihi itu semua. Berbahagialah. Itu hal yang baik. Semestinya ada. Sangat tidak tepat jika kita justru mewariskan kerdil obsesi yang menjangkiti banyak orang dewasa. Bukankah manusia hanya akan mengusahakan hal-hal yang dianggap mungkin oleh pikirannya? Maka impian tinggi buah hati kita akan meninggikan kualitasnya, insya Allah. “Sesungguhnya,” kata M. Lili Nur Aulia dalam Mimpi-mimpi Besar, “mimpi dan obsesi seseorang yang besar, indikator ia akan menjadi orang yang besar.”

Selama impian itu tidak salah dalam standar keimanan, kita hanya perlu memupuknya. Memotivasinya, mendukungnya, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba. “Ketika kita memberi anak kesempatan untuk mencoba,” M. Fauzil Adhim meyakinkan dalam Saat Berharga untuk Anak Kita, “hasilnya sangat menakjubkan.” Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]

Artikel ini juga dimuat di www.alummahgresik.com]

Selasa, 19 Oktober 2010

Mengatasi Suami Marah ala Aisyah





Orang yang cerdas intelektual tidak selalu cerdas secara emosional. Kecepatan seseorang dalam belajar pengetahuan baru, menghafal teks, atau menemukan teori baru tidak selalu berbanding lurus dengan kepandaiannya menjalin hubungan dengan sesama. Termasuk dalam kehidupan keluarga.

Kecerdasan intelektual adalah anugerah bagi orang yang memilikinya. Namun pada saat yang sama ia akan menjadi ujian dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Itu bagi orang yang kecerdasan intelektual menjadikannya angkuh kepada pasangan hidup yang taraf kecerdasannya dianggap lebih rendah. Meskipun sebenarnya suami istri sama-sama cerdas. Fakta banyaknya pasangan keluarga yang berpisah dari kalangan terdidik membuktikannya. 


Lain ceritanya jika kecerdasan intelektual itu justru “dimanfaatkan” untuk menjaga langgengnya hubungan.

Suatu hari pada giliran Aisyah, Rasulullah berbaring dengan membuka baju luarnya. Aisyah tampaknya juga sudah tidur. Tiba-tiba Rasulullah bangun dan mengenakan kembali baju luarnya. Keluar dengan pelan-pelan.

Melihat itu Aisyah bangkit. Ia memakai penutup kepala dan mengarungkan kain sarung. Menyamar. Membuntuti Rasulullah.

Ternyata Rasulullah pergi ke makam Baqi’. Di sana beliau berdiri lama, mengangkat tangannya tiga kali, kemudian membalikkan tubuhnya. Agar tidak ketahuan, Aisyah segera kembali. Rasulullah berusaha mengejar. Beliau mempercepat jalannya. Aisyah juga mempercepat jalannya. Rasulullah setengah berlari. Aisyah juga. Rasulullah berlari, Aisyah berlari lebih cepat hingga tiba di rumah lebih dulu. Pura-pura tidur.

“Ada apa denganmu wahai Aisy, mengapa nafasmu tersengal-sengal?” Tanya Rasulullah ketika sudah tiba di kamar.
“Tidak apa-apa wahai Rasul”, jawab Aisyah setenang mungkin.
“Engkau mau memberi tahu akau, atau Allah yang akan memberi tahu?”
“Wahai Rasulullah, biarlah ayah dan ibuku sebagai tebusanmu,….” Aisyah pun menceritakan semuanya.
“Jadi bayangan hitam itu adalah dirimu?” Tanya Rasulullah memastikan.
“Benar”
“Apakah engkau mengira Allah dan Rasul-Nya akan menzalimimu?” nada suara Rasulullah terdengar marah, “Sesungguhnya, saat engkau melihatku melakukan semua itu, Jibril datang padaku. Ia memanggilku dengan suara yang tidak engkau dengar, lalu aku menjawab tanpa terdengar olehmu. Jibril tidak mungkin masuk, karena engkau telah siap-siap tidur. Saat itu aku mengira engkau telah lelap. Aku khawatir mengganggu tidurmu dan mengagetkanmu. Jibril berkata padaku, ‘Sesungguhnya Tuhanmu menyuruh engkau dating ke pekuburan Baqi’ untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang yang telah dikubur di sana.’”
“Lantas apa yang harus aku katakana jika dating ke kuburan?” Tanya Aisyah mengalihkan pembicaraan.
“Katakanlah, ‘Kesejahteraan bagimu wahai para penghuni kubur yang terdiri dari orang-orang mukmin dan muslim. Semoga Allah mengasihi semua yang telah mendahului dan yang akan menyusul di kemudian hari diantara kita. Dan sesungguhnya insya Allah kami akan menyusul kalian’.”

Betapa cerdasnya Aisyah! Dan betapa hebatnya ketika ummul mukminin ini menggunakan kecerdasannya untuk meredakan marah Rasulullah. Sang Rasul tidak jadi marah, karena beliau perlu menjawab pertanyaan agama yang diajukan Aisyah.

“Ketika Aisyah tahu bahwa Rasulullah marah kepadanya”, kata Mahmud Al-Misri ketika menjelaskan hadits riwayat Muslim ini, “maka ia berusaha mengalihkan pembicaraan tentang faktor yang memicu kemarahan beliau kepadanya.”

“Hendaknya,” nasehat beliau dalam buku yang sama: 
Shahaabiyyat Haular Rasul, “setiap wanita muslimah mengambil pelajaran dari kisah ini. Yakni jika ia mendapati suaminya marah karena suatu perkara, alihkanlah pokok bahasan ke hal lain untuk mengatasi amarahnya, dan agar kehidupan rumah tangga terus berlanjut dengan penuh kasih, keharmonisan, cinta, dan sayang.”
muchlisin.blogspot.com

Rabu, 25 Agustus 2010

Nuzulul Qur'an Menurut Berbagai Madzhab



Nuzulul Qur'an (turunnya Al-Qur'an) adalah hal yang sangat istimewa bagi umat Islam. Sebagaimana Al-Qur'an merupakan rahmat agung bagi umat ini, nuzulul Qur'an juga merupakan rahmat besar bagi umat ini.

Mayoritas umat Islam di Indonesia berpendapat nuzulul Qur'an jatuh pada tanggal 17 Ramadhan. Bahkan banyak pula yang mengadakan acara khusus untuk memperingati nuzulul Qur'an setiap tahunnya.

Di dalam Al-Qur'an, nuzulul Qur'an difirmankan Allah SWT dalam tiga ayat berikut ini:


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah:185)

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan : 4)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan (lailatul qadar) (QS. Al-Qadr : 1)

Sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 185 di atas, sebagian ayat Al-Qur'an bersifat menjadi bayan (penjelas) bagi sebagian ayat yang lain. Tidak ada pertentangan antar ayat Al-Qur'an.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa' : 82)

Demikian juga tiga ayat (QS. Al-Baqarah : 185, QS. Ad-Dukhan : 4, dan QS. Al-Qadr : 1) yang menjelaskan nuzulul Qur'an di atas. Ketiganya tidak bertentangan. Namun, dzahir ayat bertentangan dengan realitas sejarah, dimana Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah SAW selama 23 tahun. Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua madzhab pokok, dan dua madzhab lain sebagai berikut:

Madzhab Pertama tentang Nuzulul Qur'an
Madzhab pertama ini merupakan pendapat dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang kemudian menjadi pendapat jumhur ulama'. Bahwa yang dimaksud nuzulul Qur'an dalam 3 ayat tersebut adalah turunnya Al-Qur'an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia. Ini untuk menunjukkan kepada malaikat-Nya betapa besar masalah ini. Kemudian Al-Qur'an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. 10 tahun ketika periode Makkiyah, dan 13 tahun dalam periode Madaniyah.

Dalil yang dipakai untuk memperkuat madzhab ini adalah:
1. Perkataan Ibnu Abbas:
"Al-Qur'an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada lailatul qadar. Kemudian ia diturunkan selama dua puluh tahun" (HR. Hakim, Baihaqi, dan Nasai). Kemudian Ibnu Abbas membaca firman-Nya:

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqan : 33)

وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. Al-Isra' : 106)

2. Perkataan Ibnu Abbas:
"Al-Qur'an itu dipisahkan dari Adz-Dzkir, lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia, maka Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi SAW" (HR. Hakim)

3. Perkataan Ibnu Abbas:
"Allah menurunkan Al-Qur'an sekaligus ke langit dunia, pusat turunnya Al-Qur'an secara bertahap. Lalu, Allah menurunkannya kepada Rasul-Nya bagian demi bagian" (HR. Hakim dan Baihaqi)

4. Perkataan Ibnu Abbas:
"Al-Qur'an diturunkan pada lailatul qadar pada bulan Ramadhan ke langit dunia sekaligus, lalu ia diturunkan secara berangsur-angsur" (HR. Thabrani)

Madzhab Kedua tentang Nuzulul Qur'an
Madzhab kedua tentang nuzulul Qur'an yaitu yang diriwayatkan oleh Amr bin Syarahil Asy-Sya'bi, (seorang tabi'in besar, ahli hadits dan fikih, guru Imam Abu Hanifah, yang wafat tahun 109 H) bahwa yang dimaksud dengan nuzulul Qur'an dalam tiga ayat di atas adalah permulaan turunnya Al-Qur'an itu dimulai pada lailatul qadar di bulan Ramadhan. Lalu turun secara bertahap selama 23 tahun.

Dengan demikian, hanya ada satu macam cara turun menurut madzhab ini, yaitu secara bertahap kepada Rasulullah sebagaimana dinyatakan dalam ayat :

وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (QS. Al-Isra' : 106)

Orang musyrik yang diberitahu bahwa kitab samawi terdahulu turun sekaligus, menginginkan al-qur'an juga turun sekaligus.

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآَنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا * وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqan : 32-33)

Menurut Syaikh Manna Al-Qaththan, madzhab kedua yang diriwayatkan Asy-Sya'bi, dengan dalil shahih dan dapat diterima ini, tidak bertentangan dengan madzhab pertama. Selanjutnya Syaikh Manna Al-Qaththan mengatakan pendapat yang kuat adalah Al-Qur'an diturunkan dua kali : pertama, diturunkan sekaligus ke Baitul Izzah pada lailatul Qadar, dan kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama 23 tahun.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia pernah ditanya oleh Athiyah bin Aswad: "Dalam hatiku ada keraguan tentang firman Allah 'bulan Ramadhan itu bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an', dan firman Allah 'kami menurunkannya pada lailatul qadar'. Padahal Al-Qur'an itu ada yang diturunkan pada bulan Syawal, dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharam, Shafar, dan Rabiul Awal". Ibnu Abbas menjawab: "Al-Qur'an diturunkan pada lailatul qadar sekaligus. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dan terpisah-pisah serta perlahan-lahan sepanjang bulan dan hari"

Madzhab Ketiga tentang Nuzulul Qur'an

Yakni yang berpendapat Al-Qur'an diturunkan ke langit dunia pada 23 malam kemuliaan (lailatul qadar), yang pada setiap malam-malam kemuliaan itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan setiap tahunnya. Dari jumlah untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasul sepanjang tahun. Ini hasil ijtihad sebagian mufassir. Pendapat ini tidak mempunyai dalil.

Madzhab Keempat tentang Nuzulul Qur'an
Yaitu pendapat bahwa Al-Qur'an diturunkan pertama-tama berangsur-angsur ke Lauh Mahfudz, sebagaimana firman Allah:

بَلْ هُوَ قُرْآَنٌ مَجِيدٌ * فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ

Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh. (QS. Al-Buruj : 22)

Kemudian ke Baitul Izzah serentak, lalu turun sedikit demi sedikit dalam 23 tahun. Jadi menurut madzhab ini Al-Qur'an diturunkan dalam tiga tahap.

Menurut Syaikh Manna Al-Qaththan, pendapat ini sebenarnya tidak bertentangan dengan kedua madzhab pokok, karena sebelum diturunkan ke Baitul Izzah, Al-Qur'an memang tersimpan di lauh mahfudz sebagaimana QS. Al-Buruj ayat 22 di atas.

Tanggal Pertama Kali Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah
Al-Qur'an yang diturunkan pertama kali kepada Rasulullah adalah surat Al-'Alaq (Iqra') di gua hira yang terkenal itu. Mengenai tanggalnya, para ulama memiliki banyak pendapat yang satu sama lain ada juga yang berselish jauh. Sebagian mengatakan bulan Rajab dan sebagian lainnya mengatakan bulan Ramadhan. Namun yang benar adalah bulan Ramadhan sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 185.

Dari pendapat bulan Ramadhan ini, terpecah lagi ke dalam beberapa pendapat. Sebagian mengatakan tanggal 7, sebagian berpendapat tanggal 17, dan ada juga yang berpendapat tanggal 18. Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury setelah melakukan penelitian mengatakan di dalam Rahiqul Makhtum bahwa wahyu pertama tersebut jatuh pada hari Senin, tanggal 10 Agustus 610 M, bertepatan dengan bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan itu, hari Senin jatuh pada tanggal 7, 14, dan 21. Dengan mendasarkan kepada argumen bahwa Al-Qur'an pertama kali diturunkan pada lailatul qadar, dan lailatul qadar ada pada malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan, Syafiyurrahman Al-Mubarakfury menyimpulkan bahwa Al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada rasulullah pada Tanggal 21 Ramadhan.

Demikian penjelasan mengenai Nuzulul Qur'an menurut berbagai madzhab, semoga bermanfaat. Wallaahu a'lam bish shawab. [Bersama Dakwah, Sumber: مابحث في علوم القران karya Syaikh Manna Al-Qaththan, رحيق المختوم karya Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury, Tafsir Ibnu Katsir, dan Tafsir Fi Zhilalil Qur'an]
muchlisin.blogspot.com